Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Telah berpulang ke rahmatullah, pengusaha dan pendiri PT Sri Rejeki Isman Textile (Sritex), Muhammad Lukminto, pada hari Rabu, 5 Februari 2014 di Singapura. Beliau meninggalkan satu istri dan lima anak.
PT Sritex sendiri merupakan salah satu pabrik tekstil terbesar di Asia yang berlokasi di Sukoharjo Jawa Tengah.
Muhammad Lukminto menjadi mualaf pada 1994 lalu. Kisah masuk Islamnya yang unik telah ditulis dalam buku “Saya Memilih Islam” terbitan Gema Insani Pers.
“Sebagian besar karyawan saya beragama
Islam,” kata Muhammad Lukminto dalam buku yang disusun oleh Abdul Baqier
Zein tersebut, “Sering saya saksikan, di sela-sela waktu istirahat
makan siang, mereka tak lupa menunaikan sembahyang (belakangan saya
tahu itu disebut shalat). Meskipun waktu itu di pabrik ada tempat khusus
untuk shalat (mushala atau masjid), namun mereka tetap mendirikan
shalat di beberapa tempat seperti di gudang dan di lorong-lorong
pabrik.”
“Sering saya amati, usai shalat wajah
mereka tampak begitu cerah. Seakan terpancar dari jiwa mereka yang
tenang. Padahal saya tahu pasti, gaji mereka tak ada apa-apanya bila
dibandingkan dengan kekayaan yang saya miliki. Suatu kali, secara iseng
pernah saya tanyakan kepada salah seorang karyawan, mengapa mereka
begitu disiplin melaksanakan shalat.”
Jawaban karyawan tersebut membuat
Muhammad Lukminto terkejut. “Kami shalat sernata-mata untuk mencari
keridhaan Allah, sebab hidup di dunia hanya sementara. Ada kehidupan
yang kekal di akhirat kelak, yang harus kami persiapkan sebelum mati,”
jawab mereka.
Muhammad Lukminto yang tidak pernah
berpikir tentang mati, sejauh itu hanya tahu bahwa kematian itu hanyalah
akhir dari kehidupan. Dari para karyawannya yang muslim ia mendapatkan
informasi, kematian adalah pintu atau jalan antara untuk menuju alam
lain yang disebut akhirat, di mana segala perbuatan manusia akan
diperhitungkan sesuai baik-buruknya.
“Mengingat itu semua, bulu kuduk saya
berdiri. Sungguh, saya amat takut menghadapi kematian dalam keadaan saya
yang bergelimang dosa,” tuturnya.
Sejak itu, Muhammad Lukminto jadi
pendiam. Ia jadi lebih suka merenung dan berpikir tentang dirinya saya
sendiri. Ia juga mulai suka mengikuti siaran Mimbar Agama Islam yang
ditayangkan TVRI setiap Kamis malam.
Hingga tibalah malam itu. 10 Januari 1994
bertepatan malam 27 Rajab (Isra Mikraj). Muhammad Lukminto bermalam di
vilanya yang di daerah Tawangmangu (Solo). Dalam tidurnya ia bermimpi
diberikan sehelai sajadah oleh teman karibnya, lalu disuruh melaksanakan
shalat.
“Saya nggak bisa shalat,” jawab Muhammad Lukminto. Lalu, sang teman memberi contoh bagaimana caranya shalat.
“Setelah paham, saya pun disuruh
mengulangi gerakan shalat yang ia peragakan,” kenangnya, “Lalu, saya pun
shalat. Tapi, baru separo jalan, saya pun terjaga. Temyata, itu hanya
mimpi.”
Sejak bermimpi seperti itu, Muhammad
Lukminto jadi gelisah. Istrinya pun sempat bingung melihat dirinya. Tapi
Muhammad Lukminto tak menceritakan mimpi itu kepadanya. Untuk beberapa
waktu lamanya, mimpi itu hanya menjadi rahasia pribadi.
“Tapi lama-lama saya tak tahan juga untuk tidak bercerita,” lanjutnya.
“Kebetulan, saya mempunyai tukang pijat
pribadi, namanya Pak Edi. la seorang muslim yang taat. Ketika pada suatu
malam saya minta dipijat olehnya, saya ceritakanlah mimpi itu
kepadanya. Mendengar cerita mimpi saya itu, Pak Edi spontan bergumam,
“Subhanallah, insya Allah tak lama lagi Bapak akan masuk Islam,” katanya
mantap. “Benarkah?” tanya Saya. “Insya Allah,” jawabnya pasti.”
Sejak itu, Edi mulai membimbingnya untuk
melaksanakan shalat. Muhammad Lukminto pun mengikuti sarannya untuk
berkhitan. Tapi itu semua dilakukannya secara sembunyi-sembunyi. Ia
dikhitan di Jakarta. Dan ketika masuk bulan suci Ramadhan, Muhammad
Lukminto pun ikut melaksanakan ibadah puasa dan mengeluarkan zakat
(mal).
“Karena sudah merasa mantap dengan
pilihan hati saya itu, Pak Edi menyarankan agar keislaman saya itu harus
segera diproklamirkan. Alasannya, agar semua orang tahu bahwa saya
sudah muslim. Sarannya itu pun saya terima” tambahnya.
Singkat cerita, pada tanggal 11 Maret
1994 bertepatan dengan peringatan Supersemar, Muhammad Lukminto
mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat di hadapan umat Islam dan
karyawan PT Sritex, dibimbing oleh pimpinan Pondok Pesantren al-Mukmin,
Ngruki, Ustadz H. Moh. Amir, S.H.
Lukminto telah berpulang. Semoga amalnya
diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’alaa. Kita, wajib mengambil
pelajaran dari kisah berharga ini. Agar kelak, bisa mati dalam keadaan
Islam. Allahummaghfirlahu war hamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu. [Pirman]
http://kisahmuallaf.wordpress.com/2014/03/17/mimpi-shalat-bos-pt-sritex-memeluk-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar