Struktur
masyarakat Nusantara pada masa Majapahit masih menguasai hampir seluruh
wilayah Asia tenggara adalah terdiri dari 7 lapisan masyarakat.
Prinsip dasar struktur ini, ukuran untuk membedakannya adalah dilihat
dari jauh dekatnya manusia dengan dunia. Makin jauh dari dunia maka
makin tinggi derajatnya:
- Brahmana (para pertapa, hidup menjauh dari kesenangan dunia, seperti di hutan-hutan)
- Ksatria (tidak diperbolehkan kaya secara pribadi, tapi biaya hidupnya dijamin oleh negara)
- Waisya (petani. Lebih rendah karena diperbolehkan memiliki rumah, sawah dan ternak)
- Sudra (saudagar, rentenir, pebisnis). Mereka ini tak diperbolehkan berbicara mengenai agama maupun politik kekuasaan.
- Candala (golongan orang yg hidup dari membunuh makhluk lain seperti jagal, termasuk jagal negara, pemburu dan sejenisnya).
- Maleca (semua orang asing yang datang di tanah Majapahit statusnya kilalan, yakni bekerja sebagai pelayan). Orang pribumi yg menjadi pelayan bisa dihukum.
- Kuca (bromocorah, pencuri, penipu, perampok).
Sebelum kedatangan Sunan Ampel, agama Islam mengalami kesulitan
berkembang di wilayah Majapahit adalah karena pengaruh struktur seperti
ini. Para penyebar dan pemeluk Islam yg sudah lama tinggal di Nusantara
tidak didengar oleh masyarakat lokal karena mereka dianggap berasal dari
kalangan rendah, yakni saudagar yang notabene berstatus Sudra dan
sekaligus orang asing (Maleca). Karenanya sangat masuk akal bila
penolakan terjadi karena pengaruh struktur tersebut. Sedangkan Sunan
Ampel dan saudaranya mendapatkan gelar kebangsawanan (Raden) dari
Majapahit yang berarti menjadi berstatus tinggi, Ksatria. Dan setelah
bergelar Sunan maka kategori statusnya menjadi Brahmana yang berarti
semakin tinggi dan dihormati. Hal inilah yang membuat agama Islam
kemudian dapat diterima dengan cepat oleh penduduk lokal karena penduduk
mau mendengarkan dan menghormati mereka.
Sementara ulama-ulama yg datang sebelumnya seperti Syech Maulana Malik Ibrahim tidak cukup berhasil secara signifikan dalam melakukan penyebaran Islam karena masih dianggap sebagai orang asing alias berstatus Maleca.
(*Narasumber: KH. Agus Sunyoto, Ketua Lesbumi PBNU)
Sementara ulama-ulama yg datang sebelumnya seperti Syech Maulana Malik Ibrahim tidak cukup berhasil secara signifikan dalam melakukan penyebaran Islam karena masih dianggap sebagai orang asing alias berstatus Maleca.
(*Narasumber: KH. Agus Sunyoto, Ketua Lesbumi PBNU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar