Seorang sufi besar, Dzun Nun al-Mishri
Rahimahullah, selesai bermalam di rumah gurunya selama tujuh puluh hari.
Sang guru ialah ulama besar yang wafat di tahun 186 Hijriyah, Imam
Syuqran al-Qairawani. Imam Syuqran merupakan seorang ahli ibadah, orang
zuhud yang sebenarnya, dan shalih.
Di akhir kunjungannya, Dzun Nun al-Mishri
meminta nasihat dan pelajaran terakhir, sebelum melanjutkan perjalanan
untuk berguru kepada ulama lain.
“Ketahuilah,” tutur Imam Syuqran, “orang
yang zuhud terhadap dunia itu; makanannya apa yang ditemukan, tempat
tinggalnya di mana saja berada, pakaiannya adalah semua yang menutup
auratnya, tempat duduknya adalah khalwat (menyendiri bersama Allah
Ta’ala), ucapannya adalah al-Qur’an, kawan akrabnya adalah Allah Ta’ala
yang Mahaperkasa, teman satu perjalanannya adalah zikir kepada Allah
Ta’ala, pendampingnya adalah hidup sederhana, kesukaannya adalah diam,
tujuannya adalah rasa takut, kendaraannya ialah rindu, ambisinya adalah
nasihat, pemikirannya adalah mengambil pelajaran, bantalnya adalah
kesabaran, alas tidurnya adalah debu tanah, teman-temannya adalah orang
yang sesuai antara perkataan dan perbuatannya, tutur katanya adalah
hikmah, dalilnya adalah akal, sahabat sejatinya ialah kesabaran untuk
tidak marah, nafkah untuknya ialah tawakkal, lauknya adalah lapar, dan
penolongnya adalah Allah Ta’ala.”
Kelar mencerna semua nasihat sang guru,
Imam Dzun Nun al-Mishri berhenti sejenak, memasukkan nasihat agung dari
sang guru ke dalam hatinya, untuk dijadikan pegangan hidup setelah
al-Qur’an dan as-Sunnah ash-shahihah.
Sebelum pamit, Imam Dzun Nun al-Mishri
tak lupa bertanya tentang cara menggapai semua hal yang diwasiatkan oleh
gurunya tersebut. “Semoga Allah Ta’ala merahmatimu, wahai Guruku.
Lantas,” tanya Imam Dzun Nun al-Mishri kepada Imam Syuqran al-Qairawani,
“jalan apa yang harus ditempuh agar seorang hamba menggapai derajat
tersebut?”
Jawab Imam Syuqran singkat namun
membutuhkan perenungan sepanjang hayat, “Caranya,” lanjut sang Imam,
“dengan mengintrospeksi diri dan senantiasa berdiskusi dengan dirimu
sendiri.”
“Nah,” pungkas Imam Syuqran, “pelajaran untukmu cukup sampai di sini.”
Dalam nasihatnya yang lain, Imam Syuqran
mengatakan, “Siapa yang bertawakkal, ia akan merasa kaya. Dan siapa yang
meninggalkan tawakkal, dia akan kelelahan. Siapa bersyukur, dia akan
dicukupi. Siapa yang ridha, dia akan diselamatkan. Siapa yang terpukau
saat melihat orang yang berlaku zalim, itu merupakan kegagalan,
sedangkan meninggalkan mereka merupakan keberhasilan.”
Mari menepi sejenak. Konsentrasikan
pikiran, fokuskan hati. Baca ulang nasihat Imam Syuqran al-Qairawani
kepada Imam Dzun Nun al-Mishri ini. Adakah getaran di hati, atau
biasa-biasa saja? Jika masih ada iman sekecil apa pun, Anda pasti
tercengang dengan kedalaman ruhani dua sufi besar ini melalui nasihat
yang mengalir dan menyejukkan dari lisannya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar