Kenangan Abadi
Jasa Bung Karno menyelamatkan Al Azhar ini merupakan salah satu dari sederet
kenangan abadi Sang Proklamator setiap berkunjung ke mancanegara. Mesjid Biru
di Saint Petersburg, Rusia, misalnya, juga diselamatkan Bung Karno setelah
puluhan tahun ditutup oleh pemerintah komunis dan dijadikannya sebagai gudang
penyimpanan obat dan senjata pasca-Revolusi Bolshevik 1917. Bung Karno berhasil
mendesak sejawatnya, Presiden Nikita Khrushev, untuk mengembalikan fungsi
tempat ibadah umat Islam di kota
terbesar kedua setelah Moskow itu. Masjid dengan kubah dan menara menjulang
tinggi eksotis di pinggiran Sungai Neva itu dikenang warga setempat sebagai
kenangan abadi Soekarno hingga sekarang.
Begitu pula, Makam Imam Bukhari r.a. di
Samarkand, Uzbekistan
ketika masih termasuk wilayah kedaulatan Uni Soviet. Konon makam Perawi Hadist
Nabi Muhammad SAW terkemuka itu senasib dengan Masjid Biru, bahkan sempat
hilang akibat tak terurus. Namun, atas permintaan Bung Karno, makam tersebut
dipugar dan hingga kini menjadi salah satu tempat ziarah religi. Jasa
fundamental lainnya dari Bung Karno saat berkunjung ke Arab Saudi adalah
penanaman pohon di Padang Arafah, tempat wukuf jemaah haji di Mekah.
Padang Arafah dahulu merupakan gurun tandus, tetapi kini sudah menjadi taman
hijau berkat ide brilian Bung Karno untuk menanami pohon. Berkat jasa tersebut,
Universitas Al Azhar menganugrahkan doktor kehormatan (doktor honoris causa)
kepada Bung Karno dalam kunjungan ketiga ke Mesir pada bulan April 1960. Syiekh
Agung Al Azhar Mahmoud Shaltut menyematkan gelar kehormatan akademis itu di
Gedung Pertemuan Universitas Al Azhar pada Ahad, 24 April 1960, pukul 12.00
waktu setempat, demikian terekam dalam buku, “Jauh di Mata Dekat di Hati:
Potret Hubungan Indonesia-Mesir”.
Dalam sambutannya, Syeikh Shaltut mengatakan, “Selamat datang di negeri yang
damai, negeri Islam. Sesungguhnya Sultan Al Muiz Billah membangun Al Azhar
dengan batu-batu, namun Presiden Gamal Abdel Nasser memberi sinar keagungan
kepada Al Azhar dengan ilmu, kerja keras dan pertolongan. “Bung Karno yang
memakai baju kebesaran Al Azhar yang terbuat dari bulu domba menyampaikan
terima kasih dan menyatakan kebahagiaannya bahwa kunjungan kedua ke kampus Al
Azhar telah mendapatkan kemajuannya.
Sebelumnya, Syeikh Agung Al Azhar Abdul Rahman Ali Taag–pendahulu Syeikh
Shaltut–berkunjung ke Indonesia
bersama Wakil Perdana Menteri Mesir Gamal Salem atas undangan Presiden
Soekarno. Syeikh Ali Taag dan Gamal Salem mewakili Nasser yang ketika itu
manjabat Perdana Menteri merangkap Presiden sementara untuk menghadiri HUT
Ke-10 Proklamasi Kemerdekaan
RI pada tanggal 17 Agustus 1955.
Dalam kunjungan tersebut, Syeikh Taag berkesempatan bertemu dengan para ulama Indonesia dan
melihat secara dekat perkembangan Islam di negeri berpenduduk Muslim terbesar
di dunia itu.
Kunjungan serupa dilakukan Syeikh Mahmoud Shaltut pada bulan Januari 1961
selama dua pekan atas undangan Presiden Soekarno. Selain Bung Karno,
penganugrahan doktor kehormatan dari Al Azhar serupa sebelumnya diberikan
kepada ulama Indonesia,
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) pada tanggal 21 Januari 1958.
Lahu Al-Faatihah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar