Pasca penangkapan Pangeran Diponegoro, sisa panglima, perwira, manggala,
prajurit, dan pengikut sang Pangeran menolak untuk tunduk kepada Belanda.
Mereka beramai-ramai meninggalkan wilayah pertempuran, mencari hunian baru
sambil terus menjalin hubungan untuk menggalang kekuatan anti kolonial. Eksodus
pengikut P. Diponegoro itu menyebar ke berbagai tempat di pedalaman Jawa. Sebagian di antara pengikut P. Diponegoro
di tempat yg baru mendirikan pesantren dgn menanamkan kebencian dan perlawanan
thdp Belanda. Sejarah mencatat Kyai Umar yg menyingkir ke Semarang, menurunkan
Kyai Sholeh Darat. Kyai Abdul Salam mendirikan pesantren Tambakberas, cucunya
dikenal sebagai KH Wahab Hasbullah & KH Hasyim Asy'ari. Kyai Hasan Muhyi, pendiri
pesantren Kapu, menurunkan kyai-2 di Kediri & Nganjuk. Kyai Jakaria atau
Eyang Jugo yg membangun perlawanan di Blitar & Malang. Buyut Soba di
Kertasari, Tegal. Kyai Wirojoyo pendiri pesantren Batu Malang, dll.
Fakta perlawanan sisa-2 pengikut
P. Diponegara yg menyebar di hampir semua tempat di pedalaman ini dihadapi
kolonial Belanda dgn perang lain yg skrg kita kenal sebagai assymmetry war.
Tahun 1832, lahir naskah kolonial
pertama yg disebut Babad Kadhiri yg disusun Mas Ngabehi Poerbowidjojo, seorang
beskal atau jaksa pribumi di Kediri.
**
Kekuatiran pemerintah kolonial atas menyebar-luasnya pengikut P. Diponegara
yg di mana pun berada selalu menebar kebencian dan permusuhan, bukan
mengada-ada apalagi paranoid. E de Wall yg mencatat pemberontakan-2 besar yg
terjadi di pulau Jawa selama kurun 1840 -- 1875 mendapati fakta hampir tiap
tahun terjadi pemberontakan kecuali tahun 1844, 1847, 1860, 1863, 1871, 1874,
di mana yg memimpin perlawanan dlm pemberontakan-2 tersebut adalah guru tarikat
dan kyai pesantren.
Surat Keputusan Raja Belanda 4 Februari 1859 No.78 yg menginstruksi Gubernur
Jenderal Hindia Belanda agar tdk mencampuri urusan agama pribumi, kecuali untuk
memelihara rust en orde. Bahkan pada ayat 80 gubernur jenderal boleh mengawasi
perilaku para ulama, tetapi hrs menjaga agar guru atau zending Kristen tdk
mengganggu ulama (archive Universiteits Bibliotheek no.1803, A21, Leiden).
Di tengah hiruk perlawanan rakyat pribumi dipimpin guru tarikat dan kyai
pesantren itu muncul naskah-2 historiografi kolonial seperti Darmagandhul,
Sabdopalon, Suluk Gatoloco, Kidung Sunda, kronik Cina klenteng Sampokong,
Pararaton, Serat Syeh Siti Jenar, dan cerita-cerita tutur yg mendiskreditkan
tokoh-2 penyebar lslam.
Pandangan yg disebarkan Thomas S. Raffles dan perwira Sepoy pada awal abad
18 bhw kebesaran orang Jawa saat Majapahit menjadi runtuh setelah memeluk
lslam, diungkap oleh naskah-2 kolonial dalam assymmetry war. Orang-2 Jawa
digambarkan melakukan resistensi perlawanan terhadap lslam, yg dianggap agama
penjajah yg membodohkan orang Jawa. Itulah awal separasi munculnya varian
Abangan dan Santri sebagai bentuk pertengangan kultural dlm masyarakat Jawa.
Dengan prinsip stigmatik konflik, bangunan sejarah Jawa ditegakkan di atas
landasan pemikiran konflik devide et impera. Cerita-cerita lisan seperti
perselisihan Sunan Drajat dgn Sunan Sendang muncul pada masa ini, termasuk
konflik Majapahit-Demak, Majapahit- Sunda, dll.
*Ket. Gambar: Serat Babad
Kadhiri, terbitan Tan Khoen Swie, 1932
Tidak ada komentar:
Posting Komentar