Yang
pertama kali membuat cerita bahwa Islam disampaikan dengan kekerasan di
Nusantara, seperti kisah pemberontakan Demak ke Majapahit tidak lain
adalah Kolonial Belanda. Ini yang mengawali pandangan negatif terhadap
Islam muncul. Pandangan ini pertama kali muncul adalah pada tahun 1815,
ketika terjadi pemberontakan Sepoy. Prajurit Inggris yang berasal dari
Rajkot, India yang banyak dihuni oleh kalangan
Hindu berhaluan keras, disusupkan kedalam keraton-keraton. Mereka
mempengaruhi Sunan Pakubuwono IV dan terus berusaha mempengaruhi para
pangeran Jawa. Mereka menyampaikan bahwa “Nasib Jawa ini menjadi hancur
adalah dikarenakan memeluk Islam. Jika dibandingkan dengan jaman
Majapahit, yakni ketika Jawa masih memeluk Hindu, maka Majapahit menjadi
kerajaan besar. Sedangkan sekarang peperangan selalu terjadi dan tidak
bisa maju”.
Para pangeran yang merasa tertindas oleh Belanda
banyak yang lantas terpengaruh hasutan ini. Awal kebencian terhadap
Islam pun dimulai. Situasi ini dimanfaatkan oleh para misionaris di
Surakarta, Mangkunegaran dll. Hal inilah yang oleh para sarjana Belanda
dikemas bahwa penolakan terhadap Islam oleh orang Jawa merupakan bentuk
resistensi lokal terhadap agama Islam. Hal ini salah besar, karena
keadaan tersebut terbentuk sebagai salah satu dampak pemberontakan
Sepoy, bukan muncul dengan sendirinya. Sebelum peristiwa itu tidak
pernah terjadi, termasuk tak ada pembagian Islam abangan dll. Semua
terjadi belakangan.
Setelah perang Diponegoro, (karena para
pengikutnya masih sulit dihancurkan) maka oleh Belanda dibikinlah kitab
Babad Kediri, yaitu babad yang ditulis dengan cara yang sangat tidak
lazim, yakni berdasarkan cerita orang yang sengaja dibikin trans
(kesurupan) dan lantas didokumentasi.
Demikian juga Serat
Darmogandul, yang ditulis oleh seorang dari Pati bernama Abdullah yang
karena kemiskinannya lalu murtad dan dibina Collen di Mojowarno
(Jombang) dan selanjutnya berdakwah di Kediri. Dia lantas mencuplik
bagian-bagian dalam Babad Kediri dan lalu menyusunnya dalam bentuk
tembang berjudul Serat Darmogandul, dimana isinya tak lain adalah
berusaha mendiskreditkan Islam, terutama Walisongo seperti Sunan Giri
dan Sunan Bonang. Contohnya, dalam sebuah dialog dalam serat itu,
disebutkan Sunan Giri ditanya, “Bagaimana prabu Brawijaya, apa bisa
ditangkap?” Sunan Giri menjawab, “Brawijaya sebaiknya disantet saja!”.
Begitulah Darmogandul mencoba mem-black campaign para Walisongo. Dan
demikian juga dengan isi Suluk Gatoloco, secara substansi tidak jauh
berbeda.
Selain itu juga dikenal ada Kronik Cina Klenteng Sam
Poo Kong, dimana disebutkan bahwa Walisongo sejatinya adalah orang-orang
dari Cina yang sengaja dikirim oleh kaisar Cina untuk datang ke Jawa
dengan tugas utama menggulingkan kerajaan Majapahit lewat dakwah Islam.
Disebutkan di sana bahwa Sunan ampel bernama asli Bong swi Ho, sunan
Kalijogo bernama asli Oe sam Ik, Sunan Bonang nernama asli Bon Ang,
sunan Gunung Jati bernama Jatik Sun dan seterusnya. Semua itu adalah
cerita fiktif yang sengaja diciptakan untuk maksud pengaburan dan
mematahkan perlawanan para pengikut Diponegoro.
Padahal jika
ditelusuri naskah yang konon katanya diambil di Klenteng Sam Poo Kong,
Semarang itu dilakukan oleh residen Poortman yang menggerebek kelenteng
dan mendapatkan 5 cikar (pedati) kronik. Menurut informasi dokumentasi
kronik itu disimpan di salah satu museum di Den Haag. Ketika dicari
naskah itu ternyata tidak ada. Cerita tentang Kronik Sam Poo Kong adalah
karangan kolonial. Bahkan jika ditelusuri lebih dalam di Arsip
Nasional, ternyata makin jelas: tidak dikenal nama Residen Poortman.
Celakanya tidak sedikit diantara masyarakat kita juga mempercayai isi
dari naskah-naskah tersebut hingga sekarang. Bahkan baru-baru ini mantan
presiden RI B.J.Habibie pun sempat menyampaikan hal serupa. Silahkan
lihat link berita berikut. http://m.kaskus.co.id/ thread/ 55a114c896bde6ad698b4568/ habibie-hadiah-terbesar-ban gsa-cina-ke-indonesia-adal ah-islam/1.
Ada lagi yang lain, beredar video seorang ustadz yang berceramah dan
mengarang dongeng bahwa Wali Songo adalah utusan Khalifah Turki. Isi
cerita itu tampak untuk membangun asumsi bahwa yg berjasa menyebarkan
dakwah lslam di Nusantara adalah khilafah. Yg bikin iba, tanpa malu dia
memaparkan nasab orang secara ngawur tanpa dasar rujukan apa pun. Dusta
sejarah seperti ini yang justru bikin malu umat lslam karena akan jadi
bahan tertawaan kalangan ilmuwan, akademisi dan praktisi sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar