PROSES PEMBUATAN BIOETHANOL BERBAHAN BAKU
SORGUM & SINGKONG KERING
Teknologi
produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan singkong kering/gaplek
dan biji & Batang sorgum sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan
digunakannya biomassa yang lain, terutama molase. Produksi Bioethanol dari
Biomassa terdapat 3 langkah, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Persiapan Bahan Baku dan
Bahan Pembantu
Bahan baku
Bioetanol dapat
diproduksi dari hampir semua jenis biomassa, seperti Tebu (sugarcane), gandum
manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn),
singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum).
Kelebihan tanaman sorgum dibanding
dengan tebu antara lain :
- Tanaman sorgum memiliki produksi biji dan biomass yang jauh lebih tinggi dibanding tanaman tebu.
- Adaptasi tanaman sorgum jauh lebih luas dibanding tebu sehingga sorgum dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik lahan subur maupun lahan marjinal.
- Tanaman sorgum memilki sifat lebih tahan terhadap kekeringan, salinitas tinggi dan genangan air (water lodging).
- Sorghum memerlukan pupuk relatif lebih sedikit dan pemeliharaannya lebih mudah daripada tanaman tebu.
- Laju pertumbuhan tanaman sorgum jauh lebih cepat daripada tebu.
- Menanam sorgum lebih mudah, kebutuhan benih hanya 4,5–5 kg/ha dibanding tebu yang memerlukan 4500–6000 stek batang.
- Umur panen sorgum lebih cepat yaitu hanya 4 bulan, dibanding tebu yang dipanen Pada umur 7 bulan.
- Sorgum dapat di ratun sehingga untuk sekali tanam dapat dipanen beberapa kali.
Persiapan Bahan baku untuk jenis bahan sorgum dan gaplek
adalah sebagai berikut :
- Tepung dan material selullosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.
- Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
Bahan
Pembantu
a) Yeast
Yeast yang digunakan
adalah Saccharomyces cerevisiae
dengan pertimbangan cepat berkembang biak, tahan pada suhu tinggi (50oC)
dan tahan terhadap kadar alcohol tinggi (18%). Yeast Saccharomyces cerevisiae dapat hidup dengan baik pada kondisi pH
4,8 dan temperature 30oC.
b) Urea
Urea berbentuk butiran dan
berwarna putih. Urea digunakan sebagai nutrient untuk pertumbuhan dan
perkembangan yeast yang ditambahkan ke dalam medium fermentasi pada saat
pemasakan.
c) NPK (Nitrogen
Phosporus Kalium)
NPK berbentuk butiran dan
berwarna coklat. NPK berfungsi sebagai nutrient untuk pertumbuhan dan
perkembangan yeast yaitu sebagai sumber nitrogen dan phosphor yang ditambahkan
ke dalam medium fermentasi pada saat pemasakan.
d) H2SO4
Penambahan H2SO4 dimaksudkan
untuk mengatur pH 4,8 guna mencegah terjadinya kontaminasi. Selain itu sebagai
katalisator reaksi hidrolisa sakarosa menjadi glukosa dan fruktosa sehingga
dapat difermentasi oleh yeast.
e) TRO (Turkey
Red Oil)
TRO ditambahkan bila
terjadi pembuihan yang terlalu hebat. TRO berbentuk cairan kental dan berwarna merah.
Apabila tidak terjadi pembuihan TRO tidak ditambahkan.
f) Superfloc
Superfloc digunakan untuk
membantu mengendapkan kotoran dalam tangki. Bila kotoran ini tidak diendapkan,
maka akan mengganggu pesawat destilasi karena dapat menimbulkan kerak pada
menara destilasi. Superfloc berupa bubuk berwarna putih. Superfloc yang
digunakan sebanyak 200 gram selanjutnya dilarutkan dengan alcohol hingga 1
liter dan ditambah air sampai 10 liter. Larutan superfloc kemudian ditambahkan
dalam tangki peragian utama.
2. Proses
Pembuatan Bioethanol
Proses
pembuatan bioethanol terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
1)
Proses
Pembuatan Adonan
2)
Proses
Pembibitan
3)
Proses
Fermentasi / Peragian
4)
Proses
Penyulingan / Destilasi
1.
Proses Pembuatan
Adonan
Proses pembuatan adonan digunakan sebagai media
pertumbuhan dan perkembangan yeast untuk fermentasi, proses ini juga di sebut
dengan tahap liquifaksi
Tahap
Liquefaction memerlukan
penanganan sebagai berikut :
- Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
- Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
- Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
- Pemanasan bubur hingga kisaran 80 s/d 90oC, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
Tahap sakarifikasi
(pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai
berikut :
- Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
- Pengaturan pH optimum enzim
- Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
- Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 s/d 60OC sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)
2. Proses
Pembibitan
Proses ini dimaksudkan
untuk memperbanyak sel-sel ragi supaya
sejumlah sel ragi banyak sebelum digunakan dalam fermentasi alcohol. Ragi yang
digunakan pada fermentasi alcohol sel ragi ini tidak dapat dilakukan secara
langsung, tetapi harus dilakukan secara bertahap dengan maksud untuk adaptasi
dengan lingkungan.
Mula-mula dilakukan pada
jumlah kecil skala laboratorium, kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam
tangki pembibitan. Tangki-tangki tersebut dilengkapi dengan cooler dengan
aerobic dengan erasi udara.
Tangki-tangki tersebut dilengkapi dengan cooler dengan maksud untuk pengaturan
suhu 28-30oC selama diinkubasi.
3. Proses
Fermentasi / Peragian
Pada tahap ini, tepung
telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang
diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses
fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.
Bubur kemudian dialirkan
kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 28 sd 30oC,
dengan mengalirkan air pendingin melalui pipa-pipa. Fermentasi dianggap selesai
bila brix sudah turun dan kadar alcohol 8-12%.
Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum
destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari
terjadinya clogging selama proses distilasi.
4. Proses Pemurnian / Distilasi
Destilasi atau
penyulingan bertujuan untuk memisahkan alkohol dengan air sehingga kadar
alkohol lebih tinggi. Proses distilasi dilakukan secara bertingkat atau disebut
destilasi bertingkat. Destilasi bertingkat bertujuan untuk meningkatkan kadar
alkohol. Dalam proses destilasi tetes tebu akan masuk ke kolom-kolam yakni :
1) Kolom Maische
2) Kolom Voorloop
3) Kolom Rektifier
4) Kolom Nachloop
1. Kolom Maische
Pada proses destilasi tebu masuk ke Kolom Maische. Hasilnya alkohol kasar kadar 45%. Alkohol kasar masuk ke kolom Voorloop.
2. Kolom Voorloop
Alkohol kasar dari kolom Maische masuk ke kolom Voorlop
ini. Di dalam kolom ini alkohol akan mengalami
destilasi kembali. Hasil berupa 2 alkohol. Yakni
:
- Alkohol teknis kadar 94% beraldahide ditampung sebagai hasil akhir.
- Alkohol muda kadar + 25%. Alkohol ini masuk ke Kolom Rektifiser.
3. Kolom Rektifier
Di kolom Rektifiser alkohol muda dari kolom voorloop
mengalami destilasi kembali. Hasilnya :
- Alkohol murni (Prima I) kadar min 95%
- Alkohol Muda mengandung minyak Fusel masuk Kolom Nachloop (Destilasi selanjutnya).
- Lutter Waser, air yang bebas alkohol, sebagai penyerap alkohol. Kembali ke Kolom Voorloop untuk membantu proses penyerapan alkohol.
Alkohol yang telah memiliki kadar yang tinggi tidak lagi mengalami proses
destilasi. Sedangkan alkohol yang masih berkadar rendah akan mengalami
destilasi pada kolom berikutnya.
4. Kolom Nachloop
Alkohol muda dari kolom Rektifiser mengalami destilasi di
kolom Nachloop. Hasil dari kolom Nachloop:
- Alkohol teknis kadar 94% sebagai hasil akhir
- Air yang bebas alkohol dibuang.
Hasil akhir dari proses
produksi alkohol adalah etanol yang memiliki kadar yang tinggi yakni berkisar
antara 94%-96%.
3. Proses Pengeringan
Bioethanol
Untuk dapat membuat
bioethanol yang dihasilkan mempunyai kadar alkohol dari 96% menjadi 99.5%, maka
diperlukan pengeringan. Pengeringan disini bisa dilakukan dengan 2 metode,
diantaranya adalah pengeringan dengan metode membran dan pengeringan dengan
menggunakan molecular sieve / membran
zeolit.
Pengeringan Membran
Berdasarkan jenis pemisahan dan strukturnya,
membran dapat dibagi menjadi 3 kategori :
- Porous membrane. Pemisahan berdasarkan atas ukuran partikel dari zat-zat yang akan dipisahkan. Hanya partikel dengan ukuran tertentu yang dapat melewati membran sedangkan sisanya akan tertahan. Berdasarkan klasifikasi dari IUPAC, pori dapat dikelompokkan menjadi macropores(>50nm), mesopores(2-50nm), dan micropores (<2nm). Porous membrane digunakan pada microfiltration dan ultrafiltration.
- Non-porous membrane. Dapat digunakan untuk memisahkan molekul dengan ukuran yang sama, baik gas maupun cairan. Pada non-porous membrane, tidak terdapat pori seperti halnya porous membrane. Perpindahan molekul terjadi melalui mekanisme difusi. Jadi, molekul terlarut di dalam membran, baru kemudian berdifusi melewati membran tersebut.
- Carrier membrane. Pada carriers membrane, perpindahan terjadi dengan bantuan carrier molecule yang mentransportasikan komponen yang diinginkan untuk melewati membran. Carrier molecule memiliki afinitas yang spesifik terhadap salah satu komponen sehingga pemisahan dengan selektifitas yang tinggi dapat dicapai.
Pengeringan Molecular Sieve
Proses pemurnian/pengeringan
itu menggunakan prinsip penyerapan permukaan, zeolit dapat menyerap air dan
mengikatnya karena partikel air lebih kecil daripada partikel etanol. Partikel
air berukuran 3 angstrom sehingga dapat diserap zeolit. Sedangkan partikel
etanol berukuran lebih besar 4,4 angstrom sehingga tidak bisa diserap oleh
zeolit. Karena itu ketika etanol dilewatkan pada sebuah tabung berisi zeolit,
kadar etanol bisa meningkat karena airnya diikat oleh zeolit. Proses itu
terjadi karena pori-pori zeolit bersifat molecular shieves.
Artinya, molekul
zeolit hanya bisa dilalui oleh partikel-partikel berukuran tertentu. Karena
itulah proses pemurnian bioetanol dengan zeolit sintetis dinamakan juga proses molecular shieves.
Sumber : http://ismoyoenny.blogspot.com/2012/09/proses-pembuatan-bioethanol.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar