Ketika seseorang lahir ke dunia,
secara mistis ia ditemani oleh empat saudaranya, yang disebut dengan istilah
sedulur papat. Keempat saudara itu, sebagaimana dijelaskan Suwardi Endraswara
(2005: 94) terdiri atas kakang kawah,
rah, puser, dan adhi ari – ari. Keempat saudara itu keluar dari pertapaan yang
disebut dengan gua garba dalam satu jalan dan dalam satu hari, dan keempat
saudara itu akan menjadi pamomong, menjaga hidup kita dimana saja. Masing –
masing saudara itu mempunyai tugas berbeda – beda. Kakang kawah bertugas
menumbuhkan keinginan dan melindungi tubuh manusia. Adhi ari – ari bertugas
melindungi diri dan mendatangkan daya pengaruh pada diri kita. Rah atau darah
membantu kekuasaan Tuhan dalam mencapai kehendak. Sedangkan puser bertugas
menjaga kewibawaan.
Selain empat saudara tersebut, masih ada saudara kelima, yakni pancer. Saudara
kelima ini sudah menyatu dalam diri manusia. Pancer ini yang akan memberi
komando empat saudara, bagaikan kusir kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda.
Pancer akan membantu manusia
agar mencapai kesempurnaan. Inilah pelajaran mengenai ilmu sangkan paraning
dumadi, yakni asal mula kehidupan manusia di dunia.
Untuk memudahkan dalam menangkap pelajaran mengenai kehidupan, pada masa
itu masyarakat Jawa mewujudkannya melalui lambang dalam tembang – tembang
mistis. Bagi masyarakat Jawa, tembang
merupakan ekspresi kreatif tentang kehidupan yang sangat misteri itu dalam
bentuk puisi. Oleh karena itu, tembang juga harus disusun berdasarkan aturan –
aturan yang sudah ditetapkan, yang dihitung melalui jumlah suku katanya.
Tembang – tembang itu biasanya dikemas dalam bentuk macapat, dinyanyikan
dalam berbagai pertemuan. Tembang – tembang macapat ini merupakan seni tradisi
lisan yang dihidupkan secara turun – temurun. Sampai saat ini, tradisi
menghidupkan macapat masih dilakukan masyarakat Jawa di beberapa tempat pada
malam hari. Misalnya, Setiap malam Selasa Kliwon, atau malam Jumat Kliwon, ada
pula yang mengambil malam Rabu Wage sehubungan dengan hari kelahiran seseorang.
Dunia Spiritual Soeharto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar