Dihubungi
Kompas.com, Senin (18/11/2013). Surono mengatakan, aktivitas Merapi saat ini
“harus diwaspadai.” Merapi perlu diwaspadai karena sistem Merapi yang terbuka
dan tak punya kubah lava menyebabkan interaksi antara air permukaan dengan
magma lebih mudah.
“Dengan sistem terbuka, air hujan
mudah masuk, berinteraksi dengan magma panas, tekanan tinggi memicu letusan
freatik.
Ditambah dengan situasi cuaca yang kini mulai memasuki musim
hujan, interaksi antara magma dengan air permukaan akan lebih besar.
Subandriyo menjelaskan,
retakan baru itu sepanjang 230 meter melintang di tengah kubah (sumbat lava).
Padahal diameter kubah lava tersebut sekitar 300 meter. Sedangkan lebar retakan
beragam sekitar 50 meter. Sedianya, retakan itu menjadi semacam saluran
sehingga magma akan lebih mudah keluar. Namun, Subandriyo menegaskan jika retakan bukanlah indikasi adanya potensi
letusan besar.
“Kalau magmanya dalam porsi besar
maka aka nada akumulasi tekanan sehingga menyebabkan letusan besar. Tapi kalau
magmanya kecil, retakan itu justru menyebabkan magma akan keluar lebih smooth,”
paparnya.
Retakan besar itu juga bukanlah pemicu terjadi letusan freatik berikutnya.
Air hujan yang masuk melalui retakan dan berinteraksi dengan magma tidak selalu
menyebabkan letusan freatik. Reaksi itu (kolom asap setinggi 2000 meter) ada
karena kondisi magma Merapi sedang matang (sangat panas). Jika tidak, hujan
deras atau gempa lebih besar belum tentu memicu adanya letusan. “Berdasarkan
pengalaman, belum pernah ada letusan freatik yang diikuti letusan freatif
berikutnya (dalam waktu dekat),” tandasnya.
Sumber :
http://www.jogja.co/ada-gempa-di-perut-gunung-merapi-sebelum-letusan-18-november-2013/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar