Liputan6.com, Semarang - Temuan situs Tamansari di Dusun
Gendungan, Desa Kalibening, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang,
beberapa waktu lalu seperti membuka misteri peradaban purba di kaki
Gunung Merapi. Temuan itu kembali mengingatkan pada situs yang pernah menjadi perbincangan ramai pada 2001, yakni Situs Kajangkoso.
Situs Kajangkoso berada di Desa Kajangkoso, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Penampakan yang terlihat berupa struktur batu yang tertata sebagaimana sebuah candi. Saat ditemukan dan hingga kini, situs Kajangkoso memang sangat minim kelengkapan komponen bangunan candi.
Situs ini bisa dilihat di ruas jalan menuju ke arah pos pengamatan Gunung Merapi Babadan. Situs ini ditemukan oleh petani saat membuat saluran irigasi.
"Di saluran air itu ditemukan struktur batu. Bahkan kalau airnya sedang tidak deras, terlihat kasat mata," kata seorang ibu, warga Kajangkoso, Minggu (22/5/2016).
Kondisi situs ini sampai sekarang tidak berubah. Ketika ditemukan warga melalui desa sudah melapor ke Balai Pelestarian Cagar Budaya. Namun demikian, tidak dilanjutkan untuk ekskavasi.
"Karena besarnya diperkirakan lebih besar dari Candi Borobudur, warga kan kemudian khawatir kalau disuruh bedhol desa," kata ibu tadi.
Situs Kajangkoso berada di Desa Kajangkoso, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Penampakan yang terlihat berupa struktur batu yang tertata sebagaimana sebuah candi. Saat ditemukan dan hingga kini, situs Kajangkoso memang sangat minim kelengkapan komponen bangunan candi.
Situs ini bisa dilihat di ruas jalan menuju ke arah pos pengamatan Gunung Merapi Babadan. Situs ini ditemukan oleh petani saat membuat saluran irigasi.
"Di saluran air itu ditemukan struktur batu. Bahkan kalau airnya sedang tidak deras, terlihat kasat mata," kata seorang ibu, warga Kajangkoso, Minggu (22/5/2016).
Kondisi situs ini sampai sekarang tidak berubah. Ketika ditemukan warga melalui desa sudah melapor ke Balai Pelestarian Cagar Budaya. Namun demikian, tidak dilanjutkan untuk ekskavasi.
"Karena besarnya diperkirakan lebih besar dari Candi Borobudur, warga kan kemudian khawatir kalau disuruh bedhol desa," kata ibu tadi.
Harus diakui, memang sangat sulit mencari kebenaran tentang ukuran
situs. Arkeolog UGM Joko Dwiyanto menyebutkan sejauh ini pihaknya belum
pernah mendengar keberadaan situs itu. Namun Joko meyakinkan bahwa
keberadaan sebuah situs selalu berhubungan dengan sebuah prasasti.
"Yang jelas kami belum pernah meneliti tentang Kajangkoso. Apakah benar lebih besar dari Borobudur, saya pikir perlu penelitian lebih jauh," kata Joko Dwianto.
Menurut Joko, situs Kajangkoso bisa jadi sebuah prasasti. Atau bahkan ada sebuah prasasti yang bisa menjelaskan hal itu.
"Melalui prasasti kita bisa mendapatkan informasi tentang keberadaan sebuah situs," kata Joko.
"Yang jelas kami belum pernah meneliti tentang Kajangkoso. Apakah benar lebih besar dari Borobudur, saya pikir perlu penelitian lebih jauh," kata Joko Dwianto.
Menurut Joko, situs Kajangkoso bisa jadi sebuah prasasti. Atau bahkan ada sebuah prasasti yang bisa menjelaskan hal itu.
"Melalui prasasti kita bisa mendapatkan informasi tentang keberadaan sebuah situs," kata Joko.
Situs yang Terpendam
Kondisi situs saat ini masih terpendam. Mulai dari terpendam areal
persawahan, irigasi, bangunan rumah, bahkan juga jalan raya. Struktur
batu yang tertata itu tidak seluruhnya bisa dilihat.
Yang terlihat di situs ini hanya sebuah padu sudut candi, yang berada di sebuah irigasi, yang jika air dari puncak cukup deras, batu candi ini akan sangat sulit terlihat oleh mata.
Sesungguhnya penemuan situs ini sempat dilaporkan ke yang berwenang. Kemudian dari hasil pantauan awal disimpulkan bahwa kemungkinan struktur batu yg berada di saluran irigasi tersebut diperkirakan adalah sudut candi.
"Dulu pernah juga ditemukan arca sapi," kata seorang ibu warga Kajangkoso.
Keberadaan Candi Kajangkoso memang mempertegas adanya peradaban purba yang terkubur erupsi Gunung Merapi. Seperti disebutkan arkeolog Djoko Dwiyanto, bahwa di sekeliling Gunung Merapi dan Merbabu memang bertebaran peninggalan-peninggalan masa lalu.
"Jumlahnya memang banyak. Kalaupun sekarang banyak yang terkubur, itu karena erupsi Gunung Merapi," kata Djoko Dwianto.
Ada juga analisis yang menyebutkan bahwa Kecamatan Dukun sejatinya adalah pusat peradaban purba sebelum Borobudur yang dibangun pada abad ketujuh. Analisis itu menempatkan Candi Kajangkoso sebagai pusat seperti Borobudur, dengan candi-candi lain seperti Candi Asu, Candi Jago, dan Candi Pendem berfungsi sebagai penyangga. Seperti fungsi Candi Pawon dan Candi Mendut di Borobudur.
Sejauh ini candi tersebut memang belum bisa dipastikan tergolong Candi Hindu atau Budha. Namun petunjuk awal ditemukannya arca Nandi menunjukkan bahwa candi ini adalah candi Hindu.
Peminat sejarah dan peradaban purba asal Muntilan, Agus Sutijanto, menyebutkan bahwa ada juga kemungkinan bahwa Candi Kajangkoso ini mungkin memiliki lay out seperti Candi Prambanan.
"Jika itu candi Hindhu, bisa jadi seperti Prambanan. Setelah terkubur seperti Kota Pompei, baru dipindahkan ke Prambanan," kata Agus.
Jadi, benarkah Candi Kajangkoso lebih besar dari Borobudur?
Yang terlihat di situs ini hanya sebuah padu sudut candi, yang berada di sebuah irigasi, yang jika air dari puncak cukup deras, batu candi ini akan sangat sulit terlihat oleh mata.
Sesungguhnya penemuan situs ini sempat dilaporkan ke yang berwenang. Kemudian dari hasil pantauan awal disimpulkan bahwa kemungkinan struktur batu yg berada di saluran irigasi tersebut diperkirakan adalah sudut candi.
"Dulu pernah juga ditemukan arca sapi," kata seorang ibu warga Kajangkoso.
Keberadaan Candi Kajangkoso memang mempertegas adanya peradaban purba yang terkubur erupsi Gunung Merapi. Seperti disebutkan arkeolog Djoko Dwiyanto, bahwa di sekeliling Gunung Merapi dan Merbabu memang bertebaran peninggalan-peninggalan masa lalu.
"Jumlahnya memang banyak. Kalaupun sekarang banyak yang terkubur, itu karena erupsi Gunung Merapi," kata Djoko Dwianto.
Ada juga analisis yang menyebutkan bahwa Kecamatan Dukun sejatinya adalah pusat peradaban purba sebelum Borobudur yang dibangun pada abad ketujuh. Analisis itu menempatkan Candi Kajangkoso sebagai pusat seperti Borobudur, dengan candi-candi lain seperti Candi Asu, Candi Jago, dan Candi Pendem berfungsi sebagai penyangga. Seperti fungsi Candi Pawon dan Candi Mendut di Borobudur.
Sejauh ini candi tersebut memang belum bisa dipastikan tergolong Candi Hindu atau Budha. Namun petunjuk awal ditemukannya arca Nandi menunjukkan bahwa candi ini adalah candi Hindu.
Peminat sejarah dan peradaban purba asal Muntilan, Agus Sutijanto, menyebutkan bahwa ada juga kemungkinan bahwa Candi Kajangkoso ini mungkin memiliki lay out seperti Candi Prambanan.
"Jika itu candi Hindhu, bisa jadi seperti Prambanan. Setelah terkubur seperti Kota Pompei, baru dipindahkan ke Prambanan," kata Agus.
Jadi, benarkah Candi Kajangkoso lebih besar dari Borobudur?
Sumber: http://regional.liputan6.com/read/2513024/situs-terpendam-candi-kajangkoso-lebih-besar-dari-borobudur?utm_source=FB&utm_medium=Post&utm_campaign=FBRegional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar