Nama lengkap beliau adalah Abul Fida’, Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir
al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi, lebih dikenal dengan nama Ibnu Katsir.
Beliau lahir pada tahun 701 H di sebuah desa yang menjadi bagian dari kota Bashra di negeri
Syam. Pada usia 4 tahun, ayah beliau meninggal sehingga kemudian Ibnu Katsir
diasuh oleh pamannya. Pada tahun 706
H, beliau pindah dan menetap di kota Damaskus.
Riwayat Pendidikan :
Ibn Katsir tumbuh besar di kota
Damaskus. Di sana, beliau banyak menimba ilmu dari para ulama di kota tersebut,
salah satunya adalah Syaikh Burhanuddin Ibrahim al-Fazari. Beliau juga menimba
ilmu dari Isa bin Muth’im, Ibn Asyakir, Ibn Syairazi, Ishaq bin Yahya bin al-Amidi,
Ibn Zarrad, al-Hafizh adz-Dzahabi serta Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Selain
itu, beliau juga belajar kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki al- Mizzi,
salah seorang ahli hadits di Syam. Syaikh al-Mizzi ini kemudian menikahkan Ibn
Katsir dengan putrinya.
Selain Damaskus, beliau juga belajar di Mesir dan mendapat ijazah dari para ulama di sana.
Prestasi Keilmuan :
Berkat kegigihan belajarnya,
akhirnya beliau menjadi ahli tafsir ternama, ahli hadits, sejarawan serta ahli
fiqih besar abad ke-8 H. Kitab beliau dalam bidang tafsir yaitu Tafsir
al-Qur’an al-‘Azhim menjadi kitab tafsir terbesar dan tershahih hingga saat
ini, di samping kitab tafsir Muhammad bin Jarir ath-
Thabari.
Thabari.
Para ulama mengatakan bahwa
tafsir Ibnu Katsir adalah sebaik-baik tafsir yang ada di zaman ini, karena ia
memiliki berbagai keistimewaan. Keistimewaan yang terpenting adalah menafsirkan
al-Qur’an dengan al-Qur’an (ayat dengan ayat yang lain), menafsirkan al-Qur’an
dengan as- Sunnah (Hadits), kemudian dengan perkataan para salafush shalih
(pendahulu kita yang sholih, yakni para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in),
kemudian dengan kaidah- kaidah bahasa Arab.
Karya Ibnu Katsir :
Selain Tafsir al-Qur’an
al-‘Azhim, beliau juga menulis kitab-kitab lain yang sangat berkualitas dan menjadi
rujukan bagi generasi sesudahnya, di antaranya adalah al- Bidayah Wa an-Nihayah
yang berisi kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, Jami’ Al Masanid yang
berisi kumpulan hadits, Ikhtishar ‘Ulum al-Hadits tentang ilmu hadits, Risalah
Fi al-Jihad tentang jihad dan masih banyak lagi.
Kesaksian Para Ulama :
Kealiman dan keshalihan sosok
Ibnu Katsir telah diakui para ulama di zamannya mau pun ulama sesudahnya.
Adz-Dzahabi berkata bahwa Ibnu Katsir adalah seorang Mufti (pemberi fatwa),
Muhaddits (ahli hadits), ilmuan, ahli fiqih, ahli tafsir dan beliau mempunyai
karangan yang banyak dan bermanfa’at.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani
berkata bahwa beliau adalah seorang yang disibukkan dengan hadits, menelaah
matan- matan dan rijal-rijal (perawinya), ingatannya sangat kuat, pandai
membahas, kehidupannya dipenuhi dengan menulis kitab, dan setelah wafatnya manusia masih dapat mengambil manfa’at yang sangat banyak
dari karya-karyanya.
Salah seorang muridnya,
Syihabuddin bin Hajji berkata, “Beliau adalah seorang yang plaing kuat
hafalannya yang pernah aku temui tentang matan (isi) hadits, dan paling
mengetahui cacat hadits serta keadaan para perawinya. Para sahahabat dan
gurunya pun mengakui hal itu. Ketika bergaul dengannya, aku selalu mendapat
manfaat (kebaikan) darinya.
Akhir Haya t:
Ibnu Katsir meninggal dunia pada
tahun 774 H di Damaskus dan dikuburkan bersebelahan dengan makam gurunya, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah. Meski kini beliau telah lama tiada, tapi peninggalannya akan
tetap berada di tengah umat, menjadi rujukan terpercaya dalam memahami Al
Qur’an serta Islam secara umum. Umat masih akan terus mengambil manfaat dari
karya-karyanya yang sangat berharga.
Sumber: Majalah Tashfia, edisi
03/2006, hal.63-64
Tidak ada komentar:
Posting Komentar