Minggu, 21 Februari 2016

Jauh di Mata Dekat di Hati: Potret Hubungan Indonesia-Mesir

Kenangan Abadi

Jasa Bung Karno menyelamatkan Al Azhar ini merupakan salah satu dari sederet kenangan abadi Sang Proklamator setiap berkunjung ke mancanegara. Mesjid Biru di Saint Petersburg, Rusia, misalnya, juga diselamatkan Bung Karno setelah puluhan tahun ditutup oleh pemerintah komunis dan dijadikannya sebagai gudang penyimpanan obat dan senjata pasca-Revolusi Bolshevik 1917. Bung Karno berhasil mendesak sejawatnya, Presiden Nikita Khrushev, untuk mengembalikan fungsi tempat ibadah umat Islam di kota terbesar kedua setelah Moskow itu. Masjid dengan kubah dan menara menjulang tinggi eksotis di pinggiran Sungai Neva itu dikenang warga setempat sebagai kenangan abadi Soekarno hingga sekarang.

Begitu pula, Makam Imam Bukhari r.a. di Samarkand, Uzbekistan ketika masih termasuk wilayah kedaulatan Uni Soviet. Konon makam Perawi Hadist Nabi Muhammad SAW terkemuka itu senasib dengan Masjid Biru, bahkan sempat hilang akibat tak terurus. Namun, atas permintaan Bung Karno, makam tersebut dipugar dan hingga kini menjadi salah satu tempat ziarah religi. Jasa fundamental lainnya dari Bung Karno saat berkunjung ke Arab Saudi adalah penanaman pohon di Padang Arafah, tempat wukuf jemaah haji di Mekah.

Padang Arafah dahulu merupakan gurun tandus, tetapi kini sudah menjadi taman hijau berkat ide brilian Bung Karno untuk menanami pohon. Berkat jasa tersebut, Universitas Al Azhar menganugrahkan doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada Bung Karno dalam kunjungan ketiga ke Mesir pada bulan April 1960. Syiekh Agung Al Azhar Mahmoud Shaltut menyematkan gelar kehormatan akademis itu di Gedung Pertemuan Universitas Al Azhar pada Ahad, 24 April 1960, pukul 12.00 waktu setempat, demikian terekam dalam buku, “Jauh di Mata Dekat di Hati: Potret Hubungan Indonesia-Mesir”.

Dalam sambutannya, Syeikh Shaltut mengatakan, “Selamat datang di negeri yang damai, negeri Islam. Sesungguhnya Sultan Al Muiz Billah membangun Al Azhar dengan batu-batu, namun Presiden Gamal Abdel Nasser memberi sinar keagungan kepada Al Azhar dengan ilmu, kerja keras dan pertolongan. “Bung Karno yang memakai baju kebesaran Al Azhar yang terbuat dari bulu domba menyampaikan terima kasih dan menyatakan kebahagiaannya bahwa kunjungan kedua ke kampus Al Azhar telah mendapatkan kemajuannya.

Sebelumnya, Syeikh Agung Al Azhar Abdul Rahman Ali Taag–pendahulu Syeikh Shaltut–berkunjung ke Indonesia bersama Wakil Perdana Menteri Mesir Gamal Salem atas undangan Presiden Soekarno. Syeikh Ali Taag dan Gamal Salem mewakili Nasser yang ketika itu manjabat Perdana Menteri merangkap Presiden sementara untuk menghadiri HUT Ke-10 Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1955. Dalam kunjungan tersebut, Syeikh Taag berkesempatan bertemu dengan para ulama Indonesia dan melihat secara dekat perkembangan Islam di negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia itu.

Kunjungan serupa dilakukan Syeikh Mahmoud Shaltut pada bulan Januari 1961 selama dua pekan atas undangan Presiden Soekarno. Selain Bung Karno, penganugrahan doktor kehormatan dari Al Azhar serupa sebelumnya diberikan kepada ulama Indonesia, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) pada tanggal 21 Januari 1958.

Lahu Al-Faatihah
Kusumah Effendi Sang Gembala

Tidak ada komentar: