Ket Foto : Bangunan Masjid Perak Kotagede yang terletak di
Jalan Mandarakan No 51 Kampung Trunojayan, Kelurahan Prenggan, Kecamatan
Kotagede, Yogyakarta.
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Masjid Perak merupakan salah
satu masjid tertua di kawasan Kotagede selain Masjid Agung Mataram Kotagede.
Masjid Perak terletak di Jalan Mandarakan No 51 Kampung Trunojayan, Kelurahan
Prenggan, Kecamatan Kotagede, Yogyakarta.
Nama Perak diberikan karena saat itu industri perak Kotagede sedang dalam
puncak kejayaan, selain itu dana pembangunan Masjid Perak berasal dari
sumbangan para saudagar perak Kotagede.
Dijelaskan Kamali Anwar selaku ketua takmir masjid Perak Kotagede, berdirinya
Masjid Perak tidak lepas dari semakin pesatnya perkembangan agama Islam di
kawasan Kotagede. Pada saat itu Masjid Gedhe Kotagede tidak mampu lagi
menampung jumlah jamaah yang semakin banyak.
Pengelolaan masjid yang berada di bawah Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan
Solo atas Masjid Gedhe juga sering menimbulkan berbagai kesulitan, terutama
perijinan jika akan menggunakan masjid tersebut.
“Munculnya gerakan reformasi Muhammadiyah pada masa itu juga menjadi salah
satu yang melatar belakangi didirikanya masjid Perak Kotagede. Masih
bercampurnya tradisi dengan peribadatan Islam membuat banyak orang merasa
kurang nyaman beribadah di Masjid Gedhe,” terang Kamali Anwar, Sabtu (26/7).
Pendirian Masjid Perak dipelopori oleh Kyai Haji Amir, Haji Mashudi, dan
Haji Mudzakir. Pendirian bangunan dilakukan tahun 1938-1939 dan mulai digunakan
pada tahun 1940.
Bangunan utama Masjid Perak berbentuk bujur sangkar dengan luas 100m2,
bagian atap berbentuk joglo dengan 4 tiang penyangga (soko guru) besar
berbentuk bulat, yang dilapisi dengan plat perak bertuliskan tanggal dan tahun
berdirinya. Sedangkan atap serambi masjid berbentuk limasan.
Mimbar utama Masjid Perak yang hingga kini masih digunakan sendiri sudah ada
lebih dahulu sebelum masjid dibangun. Mulanya mimbar ini untuk digunakan di
Masjid Besar Mataram pada pelaksanaan ibadah shalat Jum'at.
Dijelaskan oleh Kamali Anwar, pada saat itu khutbah Jum'at di Masjid Besar
Mataram disampaikan dalam bahasa arab, dengan materi yang seperti sudah
dibukukan dan dibacakan berulang-ulang sehingga tidak membawa kemajuan
pemahaman bagi umat pada saat itu, selain itu khatib berada di mimbar yang
ditutupi kain putih sehingga tidak terdengar oleh jama'ah yang berada di luar
Masjid.
Untuk itu beberapa tokoh Muhammadiyah mengusulkan agar mimbar dipindah lebih
ke tengah dekat dengan serambi masjid, dan dibuatlah mimbar tersebut, namun
usul ini ditolak oleh abdi dalem, sehingga kemudian mimbar ini dipindahkan ke
Masjid Perak.
Masjid Perak Kotagede mengalami renovasi total setelah musibah gempa bumi
yang melanda Yogyakarta 2006. Pada saat itu masjid mengalami kerusakan walaupun
tidak sampai roboh tetapi mengalami kerusakan yang cukup parah.
Dengan pertimbangan untuk memperbaiki konstruksi bangunan agar lebih aman
dan tahan gempa sekaligus menambahkan beberapa fasilitas baru untuk mendukung
fungsi masjid, maka masjid tersebut direnovasi total.
“Pada tahun 2009 masjid ini dirobohkan dan dibangun ulang. Walaupun dibangun
ulang bangunan baru Masjid Perak masih mempertahankan beberapa ciri khas lamanya,
diantaranya adalah ruang tengah dan serambi depan hingga kuncung masjid masih
seperti aslinya, penggunaan tiang soko guru lengkap dengan plakat bertuliskan
tahun berdiri, serta mimbar utama yang masih tetap digunakan hingga kini,”
terang Kamali Anwar.(mim)
Sumber: http://jogja.tribunnews.com/2014/07/28/kota-perak-masjid-ertua-di-kota-gede/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar